Culture shock pertama saya di Kota Malang ini yang pertama adalah udara Malang yang cukup dingin, karena di Lahad Datu lumayan panas. Kemudian, Bahasa dan Budayanya yang dimana Bahasa sehari-harinya cenderung menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi. Lalu biaya hidupnya yang cenderung lebih rendah alias murah meriah dan makanannya yang cenderung menggunakan sambal atau pedas. Yang terakhir itu jalannya yang kebanyakan searah, jadi kalau jalan sendiri suka bingung arahnya ini nanti bakal tembus ke mana.
Selama di Malang, saya tidak pernah tidak rindu pada orang tua dan keluarga di Sabah. Tapi demi masa depan, rasa rindu itu saya tutup dengan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Saya ikut ekstrakurikuler Paskibra, Dewan Ambalan, Badan Dakwah Islam, Koperasi dan Basket, jadi hampir setiap hari ketika pulang sekolah saya akan ikut kegiatan ekstra. Jadi rasa rindu terhadap orang tua itu seketika terlupa hingga saya tidak akan bersedih lagi memikirkan keinginan pulang.
Di Malang saya mendapatkan banyak ilmu baru, pengalaman, dan teman baru. Saya pernah mengikuti banyak kegiatan sekolah maupun kegiatan luar sekolah yang memberikan kenangan yang tak terlupakan. Oh ya, saya juga selalu iri sama temen-temen yang kalau saat terima rapor, rapor nya diambilin orang tuanya. Tapi Alhamdulillah itu tidak buat saya lemah apalagi patah semangat untuk terus melanjutkan pendidikan di Kota ini sampai selesai. (*jw)
Komentar